Adab Kepada Ustādz Yang Semakin Pudar
Al-‘Abdari menceritakan dalam Rihlah-nya hlm. 110 tentang sebab mengapa al-Qa’nabi tidak mendengar dari Syu’bah kecuali hanya satu hadits saja. Alkisah, suatu saat al-Qa’nabi pergi menuju kota Bashrah untuk mendengar hadits dari Syu’bah, tetapi ternyata majelis kajiannya telah selesai dan Syu’bah telah pulang ke rumahnya. Karena dorongan semangat menggelora yang tinggi, dia bertanya alamat rumah Syu’bah, dia pun menuju ke rumah (Syu’bah) yang kebetulan pintunya tengah terbuka. Tanpa permisi, dia pun langsung masuk dan berkata kepada Syu’bah yang sedang buang hajat, “Assalamu’alaikum. Saya orang asing, datang dari jauh untuk mendapatkan hadits dari Anda.”
Mendengar hal itu, Syu’bah kaget dan geram seraya mengatakan, “Wahai orang ini, Anda masuk rumahku tanpa permisi, lalu mengajak bicara denganku padahal kondisiku sekarang seperti ini, tolong menjauhlah dariku sehingga aku selesai buang hajat!!” Dia mengatakan, “Saya khawatir ketinggalan lagi dan luput hadits dariku.” Dia terus mengulang kata-kata tersebut. Karena terdesak, maka Syu’bah berkata, “Ya sudah, tulislah hadits Manshur bin Mu’tamir dari Rib’i dari Abu Mas’ud al-Badri dari Nabi bahwa beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَافْعَلْ مَا شِئْتَ
“Termasuk ucapan peninggalan para nabi dahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu maka berbuatlah sesukamu.’ ” (HR. Bukhari no. 3483)
Setelah itu, Syu’bah tidak menceritakan hadits lainnya kepadanya. Itulah sebabnya dia (al-Qa’nabi) meriwayatkan dari Syu’bah hanya satu hadits saja.
[Dinukil oleh Syaikh Masyhur bin Hasan alu Salman dalam al-Bayan wal Idhah Syarh Nazhmil al-Iraqi lil Iqtirah hlm. 124 dan ta’liq al-Kafi fi ’Ulumil Hadits hlm. 658 oleh at-Tibrizi.)
Di antara faedah berharga dari kisah ini adalah agar kita menjaga adab kepada guru ketika kita bertanya atau bertemu dengannya, maka carilah situasi dan kondisi yang tepat dan bertanyalah dengan santun dan keikhlasan.
✍ Ustādz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi hafidzahullāh
Mendengar hal itu, Syu’bah kaget dan geram seraya mengatakan, “Wahai orang ini, Anda masuk rumahku tanpa permisi, lalu mengajak bicara denganku padahal kondisiku sekarang seperti ini, tolong menjauhlah dariku sehingga aku selesai buang hajat!!” Dia mengatakan, “Saya khawatir ketinggalan lagi dan luput hadits dariku.” Dia terus mengulang kata-kata tersebut. Karena terdesak, maka Syu’bah berkata, “Ya sudah, tulislah hadits Manshur bin Mu’tamir dari Rib’i dari Abu Mas’ud al-Badri dari Nabi bahwa beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَافْعَلْ مَا شِئْتَ
“Termasuk ucapan peninggalan para nabi dahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu maka berbuatlah sesukamu.’ ” (HR. Bukhari no. 3483)
Setelah itu, Syu’bah tidak menceritakan hadits lainnya kepadanya. Itulah sebabnya dia (al-Qa’nabi) meriwayatkan dari Syu’bah hanya satu hadits saja.
[Dinukil oleh Syaikh Masyhur bin Hasan alu Salman dalam al-Bayan wal Idhah Syarh Nazhmil al-Iraqi lil Iqtirah hlm. 124 dan ta’liq al-Kafi fi ’Ulumil Hadits hlm. 658 oleh at-Tibrizi.)
Di antara faedah berharga dari kisah ini adalah agar kita menjaga adab kepada guru ketika kita bertanya atau bertemu dengannya, maka carilah situasi dan kondisi yang tepat dan bertanyalah dengan santun dan keikhlasan.
✍ Ustādz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi hafidzahullāh
Post a Comment