Nasehat dalam Menyambut Bulan Ramadhan
Hendaklah kita menyambut bulan Ramadhan yang penuh berkah, bulan yang memiliki banyak keistimewaan, dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Kita harus bersyukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena masih memberi kita kesempatan untuk berjumpa dengannya. Pada bulan Ramadhân, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih giat lagi beribadah dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Ini juga yang dilakukan oleh para ulama
salaf. Mereka benar-benar serius memperhatikan bulan ini. Mereka
meluangkan waktunya untuk beribadah kepada kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan menunaikan berbagai amal shaleh. Mereka memanfaatkan detik demi detik waktu dalam ketaatan kepada Rabb mereka. Hendaklah kita memohon kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala agar ditolong dalam melakukan berbagai amal shalih, serta mohonlah kepada-Nya agar Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima seluruh amal kita. Amin
Sebagai seorang muslim kita diwajibkan selama masih hidup untuk senantiasa taat dan beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Allâh berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kematian kepadamu.” (Q.S. al-Hijr/15: 99) .
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Tiada tujuan lain amalan seorang muslim, kecuali untuk menghadapi kematian.”
Oleh
karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim untuk lebih
serius memperhatikan dan mengerahkan segala kemampuannya pada mawâsimil khair (waktu-waktu yang utama untuk melakukan kebaikan). Di antara bentuk rahmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala
yaitu Dia menyediakan bagi para hamba-Nya waktu-waktu utama yang pada
saat itu semua kebaikan dilipat gandakan balasannya dibandingkan
waktu-waktu lainnya. Di antara waktu itu adalah bulan Ramadhân yang
penuh berkah. Pada bulan ini, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Alqurân yang merupakan petunjuk bagi umat manusia. Inilah musim melakukan kebaikan yang sangat agung.
Sungguh
akan datang kepada kalian tamu yang membawa keberkahan dan lagi mulia.
Maka, hendaklah kita menyambutnya dengan penuh harapan dan kebahagiaan.
Hendaklah kalian bersyukurlah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala masih memberi kita kesempatan untuk berjumpa dengan Ramadhân! Hendaklah kita memohon kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala agar ditolong dalam melakukan berbagai amal shalih, serta mohonlah kepada-Nya agar Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima seluruh amal kita. Karena bulan Ramadhân sebagaimana telah kita ketahui memiliki banyak keistimewaan.
Di antara keistimewaannya adalah Allâh Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan puasa pada bulan Ramadhân sebagai salah satu rukun Islam.
Orang yang telah memenuhi persyaratan tidak diperkenankan meninggalkan
berpuasa pada bulan itu, kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat,
seperti bepergian jauh atau sakit. Itupun dia tetap dikenai beban untuk
menggantinya di bulan-bulan yang lain. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Q.S. al-Baqarah/2: 185).
Juga Allah Subhanahu wa Ta’ala
memberikan keringanan kepada orang yang sudah berusia lanjut dan tidak
mampu lagi untuk berpuasa. Orang seperti ini tidak dikenai kewajiban
mengganti pada bulan yang lain. Dia hanya dikenai kewajiban membayar
fidyah sesuai dengan ketentuan syariat.
Di antara
keistimewaan Ramadhân yaitu shalat tarawih yang disyariatkan khusus pada
bulan ini. Shalat sunat disyariatkan dikerjakan secara berjamaah di
masjid. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Barangsiapa yang shalat bersama imam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mencatat untuknya pahala shalat semalam penuh.
Para ulama mengatakan bahwa shalat ini hukumnya sunat mukkad,
sehingga seharusnya bagi seluruh kaum muslimin memperhatikannya dengan
baik. Hendaknya kita memperhatikan cara pelaksanaanya agar sesuai dengan
tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya
sekadar mengikuti adat atau kebiasaan. Sangat disayangkan fenomena di
tengah masyarakat, banyak di antara mereka yang melaksanakannya, namun
seakan sebagai adat saja. Sehingga, apa yang mereka lakukan tidak
berbekas sama sekali dalam jiwa. Nas’alullah ‘afiyah.
Keistimewaan lain dari Ramadhân yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya sebagai waktu untuk menurunkan Alquran yang merupakan petunjuk bagi manusia. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan
Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqurân sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Qs al-Baqarah/2:185)
Ibnu Abbâs mengatakan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan seluruh Alquran sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia pada bulan Ramadhân. Lalu di sana, diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai kejadian.”
Keistimewaan
ramadhan yang selalu ditunggu-tunggu dan diharap-harap yaitu dia
memiliki Lailatul Qadr yang dijelaskan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
keistimewaannya yaitu lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang
diberi taufik oleh untuk beramal malam itu, berarti sama dengan beramal
selama delapan puluh tiga tahun. Semoga kita termasuk orang-orang yang
diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk beramal shalih pada malam itu.
Dan masih
banyak lagi keistimewaan bulan Ramadhân, bulan yang ditunggu
kehadirannya oleh seluruh kaum muslimin yang memiliki kepedulian
terhadap hari akhiratnya. Bulan yang penuh berkah ini akan segera
datang. Mestinya, sejak sekarang sudah bertekad akan bersungguh-sungguh
dalam melakukan amal shalih pada bulan Ramadhân, sebagaimana anjuran
Rasûlullâh. Bersungguh-sungguh melaksanakan berbagai amalan shalih, baik
yang wajib, ataupun sunnah, seperti shalat, shadaqah, dan sabar dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
janganlah kita sia-siakan bulan ini dengan melakukan sesuatu yang tidak
bermanfaat, sebagaimana kelakuan orang-orang celaka. Yaitu orang-orang
yang lupa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Allâh pun
melupakan mereka. Mereka tidak bisa memetik manfaat apapun dari bulan
yang penuh kebaikan yang akan menjelang ini. Mereka tidak mengetahui
kehormatan bulan ini dan tidak mengetahui nilainya.
SIKAP YANG PERLU DIWASPADAI
Pada bulan
Ramadhân, pintu-pintu surga dibuka, sementara pintu-pintu neraka
ditutup. Setan yang senantiasa menggoda dan menjebak manusia agar
berbuat maksiat pun dibelenggu. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
Apabila bulan Ramadhân telah tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. (H.R. Muslim).
Dengan
demikian, kesempatan untuk melakukan kebaikan itu terbuka lebar. Kita
juga bisa menyaksikan pada bulan Ramadhân, banyak orang yang berubah
drastis. Dari yang tidak pernah ke masjid jadi gemar ke masjid; dari
yang bakhil berubah menjadi pemurah dan lain sebagainya.
Namun
sangat disayangkan, banyak orang yang tidak mengerti hakikat bulan yang
mulia ini, yang mereka tahu adalah bulan ini merupakan kesempatan untuk
menghidangkan dan menyantap makanan dan minuman yang bervariasi. Asumsi
ini mendorong berusaha keras untuk memenuhi apapun yang diinginkan oleh
hawa nafsunya. Mereka mengeluarkan biaya yang banyak untuk membeli
barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Mereka berfoya-foya.
Padahal sudah dimaklumi bersama, bahwa terlalu banyak makan menyebabkan
seseorang malas melaksanakan perbuatan taat. Sementara pada bulan yang
mulia ini, seorang muslim diharapkan mengurangi makan sehingga bisa
bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Sebagian
lagi memahaminya sebagai kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan.
Dia pun “memanfaatkan” sebagian besar waktunya untuk mendengkur, bahkan
sampai tertinggal shalat jamaah di masjid. Mereka berdalil dengan hadits
lemah,
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ
Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. (Hadits ini dinyatakan dhaif oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilah Ahadits adh-Dhaifah, no. 4696).
Ini jelas sebuah kekeliruan.
Sebagian lagi memahaminya sebagai waktu untuk begadang, bukan dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tapi mereka habiskan waktu malam mereka dengan bercanda-ria dan
melakukan berbagai aktivitas yang sama sekali tidak bermanfaat bagi
mereka di akhirat. Ketika badan sudah terasa lelah akibat begadang,
mereka segera sahur, selanjutnya tidur sampai melewati shalat Shubuh. Na’udzubillah.
Sebagian
lagi asik menyantap hidangan saat berbuka sampai lupa diri dan
meninggalkan shalat Maghrib berjama’ah di masjid. Inilah di antara
fenomena meyedihkan yang sering kita temukan di tengah masyarakat pada
bulan Ramadhân. Mereka meninggalkan berbagai kewajiban dan melakukan
aneka perbuatan yang diharamkan. Rasa takut kepada adzab Allâh Subhanahu wa Ta’ala
seakan sudah tidak ada lagi di hati mereka. Kalau kelakuan mereka,
masihkah Ramadhân memiliki keistimewaan di mata mereka? Manfaat apa yang
bisa mereka petik darinya?
Ada lagi
sebagian orang yang memahami bulan Ramadhân sebagai kesempatan emas
untuk berbisnis. Mereka mencurahkan segala kemampuan untuk menyusun
strategi demi meraup untung sebanyak-banyaknya di bulan ini. Waktu-waktu
mereka dihabiskan di lokasi-lokasi bisnis, sampai-sampai tidak lagi
untuk ke masjid, kecuali sebentar saja dan itupun dalam suasana
terburu-buru. Di kepala mereka, Ramadhân merupakan kesempatan meraih
dunia dan bukan akhirat. Mereka letihkan diri mereka pada bulan
Ramadhân demi mencari sesuatu yang fana dan meninggalkan sesuatu yang
manfaatnya kekal abadi.
Inilah
beberapa contoh sikap yang keliru dalam menyikapi kemuliaan bulan
Ramadhân. Tanpa disadari, ini merupakan musibah besar bagi mereka.
Mereka dari terhalang berbagai kebaikan yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala janjikan bagi orang-orang yang memanfaatkan momen berharga ini dalam rangka beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata. Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengerti akan arti Ramadhân dan semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa beramal shaleh.
Sikap
sebagian kaum Muslimin yang keliru dalam menyikapi Ramadhân bertolak belakang dengan sikap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena, pada bulan Ramadhân, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih giat lagi beribadah dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggalkan berbagai kesibukan demi beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
Ini juga yang dilakukan oleh para ulama salaf. Mereka benar-benar
serius memperhatikan bulan ini. Mereka meluangkan waktunya untuk
beribadah kepada kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan
menunaikan berbagai amal shaleh. Mereka memanfaatkan detik demi detik
waktu dalam ketaatan kepada Rabb mereka dan bersungguh-sungguh
melaksanakan shalat tahajjud. Az-Zuhri rahimahullah mengatakan,
“Apabila bulan Ramadhân telah tiba, maka waktu itu hanya untuk membaca
Alqurân dan memberi makan orang lain.” Para ulama salaf juga senantiasa
duduk di masjid dan mengatakan, “Kami menjaga puasa kami dan tidak
menggunjing seorangpun.” Mereka juga memiliki antusias tinggi untuk
melaksanakan shalat tarawih dan menyelesaikannya bersama imam. Maka
dengan demikian bertakwalah kalian kepada Allâh wahai kaum muslimin dan
jagalah bulan Ramadhân ini, perbanyaklah di dalamnya ketaatan-ketaatan
kepada Allâh mudah-mudahan Allâh menggolongkan (menetapkan) bagi kita ke
dalam orang-orang yang beruntung dan memperoleh kemenangan di bulan
ini.
Sukron, Artikelnya.
ReplyDeletesukron kunjungannya
Delete