Wahai Hamba Allah, Didiklah Anak-Anak kalian!
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah menjadikan umat ini sebagai umat terbaik yang pernah dimunculkan di tengah manusia. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Rabb manusia, penguasa dan sesembahan manusia. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau, keluarga dan sahabat beliau yang memiliki keberanian dan kekuatan.
Selanjutnya. Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah Ta’ala dengan melakukan perintah, menjahui larangan dan mensyukuri nikmat-Nya. Pegangilah tangan pemuda dan bimbinglah mereka dengan pengarahan yang baik. Sesungguhnya Allah telah menyerahkan tanggung jawab mereka kepada kalian. Maka setiap dari kalian itu adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan ditanya (Allah) tentang yang dipimpinnya.
Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya para pemuda itu adalah tiangnya umat, mereka adalah generasi penerus dan dari merekalah akan berdiri bangunan umat ini. Dari mereka akan muncul para ulama, pembimbing umat, para mujahid, dan para teknokrat. Bila mereka menjadi pemuda yang shalih maka akan menjadi penyejuk mata bagi orang tua mereka yang masih hidup dan menjadi pahala yang terus mengalir bagi orang tua mereka yang telah meninggal dunia. Mereka akan saling bertemu bila kesemuanya masuk ke dalam surga.
Allah berfirman (artinya) : “Dan orang-orang beriman lalu diikuti anak keturunannya dalam keimanan, maka Kami pertemukan mereka dengan anak keturunannya tersebut.” [Ath Thuur : 21 ]
Allah berfirman (artinya) : “Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang shalih dari kalangan bapak-bapak, istri-istri dan anak keturunan mereka. Para malaikat menyambut mereka di setiap pintu surga.” [Ar Ra’d : 23]
Karena itu, perhatian para nabi ‘alaihimus Salaam sangat diarahkan kepada anak keturunan mereka sebelum lahir. Inilah Nabi Ibrahim Al Khalil ‘alaihis Salam yang berdoa (artinya) : “Ya Rabbku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakan shalat dan juga demikian bagi anak keturunanku.” [Ibrahim : 40]
Inilah Nabi Zakariya ‘alaihis Salaam yang berdoa (artinya) : “Ya Rabbku, anugerahkanlah bagiku anak keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa hamba-Mu.” [ Ali Imran : 38]
Hamba yang shalih pun berdoa (artinya) : “Ya Rabbku, limpahkanlah anugerah untuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, berbakti kepada kedua orangtuaku, beramal shalih yang Engkau ridhai dan perbaikilah anak keturunanku.”[Al Ahqaf : 15]
Dahulu para salaf ash-shalih memberikan perhatian kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Mereka mengajari dan menumbuhkembangkan anak-anak di atas kebaikan, menjauhkan anak-anak dari kejelekan, memilihkan guru yang shalih, pendidik yang bijak dan bertakwa untuk anak-anak. Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam mendorong para orang tua untuk memulai dengan pendidikan agama dan akhlak kepada anak-anak sejak usia tamyiz. Beliau bersabda (artinya) : “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) pada usia 10 tahun. Pisahkanlah tempat tidur mereka (di usia tersebut).”
Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya pemuda umat ini bila rusak maka robohlah bangunan umat ini. Musuh-musuh Islam akan menguasai mereka. Selanjutnya akan sirnalah keberadaan umat ini. Diantara hal yang menyayat hati dan membuat mata kita menangis adalah apa yang kita saksikan dari kebanyakan pemuda saat ini. Mereka berani kepada orang tuanya, akhlaknya bejat, agamanya rusak, bergerombol di jalan-jalan setelah waktu ashar sampai penghujung malam untuk melakukan kesia-siaan dengan mobil mereka (kalau di negeri kita-motor-pent.), menggangu pengguna jalan dan penduduk, mengundang bahaya bagi orang lain, meninggalkan shalat bahkan mengganggu kekhusyu’an orang shalat, keburukan menyelimuti mereka, menyebarnya rokok dan narkoba, buruknya akhlak dan terjerumus dalam kekejian.
Keburukan telah berhasil membeli mereka, bahaya telah mengancam, mereka telah berani melawan orang yang menasehati dan melarang perbuatan mereka.
Hendaknya kalian bertakwa kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Ketahuilah bahwa kalian sedang berada di masa yang penuh dengan kerusakan. Kalian hidup di tengah-tengah musuh. Orang-orang jahat menebarkan kerusakan di tengah-tengah kalian dalam bentuk makar yang halus dan tipu daya yang jahat. Ketahuilah bahwa perbendaharaan dan kekayaan terbesar yang kalian hasilkan di dunia ini setelah amal shalih adalah anak-anak kalian. Di dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Bila anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah pahala amal shalihnya, kecuali pahala dari 3 hal : shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kebaikan untuk orang tuanya.”
Sesungguhnya anak-anak itulah yang akan menjaga kalian setelah kalian berusia lanjut dan lemah. Merekalah yang akan mengganti kalian untuk menjaga kehormatan kalian. Mereka lebih bermanfaat bagi kalian daripada harta kalian. Lalu bagimana kalian bisa menyia-nyiakan urusan mereka dan tidak peduli terhadap mereka?!
Seseorang menyesal dan minder takala melihat orang-orang kafir mampu memperhatikan pendidikan anak-anaknya dengan materi duniawi, tidak membiarkan anak-anaknya berkeliaran dijalan-jalan, tidak membiarkan anak-anaknya menganggur, bahkan mengatur kehidupan anaknya dengan tertib. Adapaun kebanyakan kaum muslimin, mereka tidak memberikan perhatian kepada anak-anaknya kecuali sebatas memberi nama ketika lahir, memberi makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal lalu tidak mengerti apa yang harus dilakukan setelah itu. Bahkan sebagian kaum muslimin menyediakan sarana-sarana kerusakan untuk anak mereka. Mereka memenuhi saku anak-anaknya dengan uang, memberikan mobil mewah (kalau di negeri kita-motor mahal-pent.), memenuhi rumah dengan alat-alat musik, film yang tidak bermoral, sehingga jangan engkau tanya lagi bagaimana pertumbuhan anak-anak yang mendapatkan sarana-sarana tersebut berupa kebejatan akhlak, kerusakan pola pikir, moral binatang yang melampaui batas. Jangan engkau tanya pula tentang dosa yang ditimpakan kepada orang tua mereka, penyesalan yang dirasakan orang tua tatkala didurhakai sang anak, tidak mendapatkan kebaikan dari sang anak tatkala orang tua tersebut berusia lanjut dan sedang butuh terhadap anaknya. Sesungguhnya balasan itu sesuai dengan jenis perbuatannya. Sebenarnya Allah telah mewasiatkan kepada anak-anak untuk membalas kebaikan orang tua dengan berbakti saat orang tua mereka berusia lanjut.
Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Dan Rabbmu telah menetapkan agar kalian tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya (Allah) dan (agar) kalian berbakti kepada orang tua. Bila salah satu atau kedua orangtuanya telah berusia lanjut maka janganlah engkau mengatakan ‘ah’ kepada keduanya dan jangan pula membentak. Namun katakanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia. Rendahkanlah sayap kepatuhan kepada keduanya karena kasih sayang dan ucapkanlah : “Ya Rabbku, rahmatilah kedua orang tuaku sebagaimana keduanya dahulu menyayangi aku.” [Al Israa’ : 23-24]
Allah memerintah seorang anak untuk senantiasa mengingat kebaikan kedua orang tua saat anak tersebut (dahulu) lemah dan masih kecil, agar dapat membalas kebaikan kedua orang tuanya tersebut saat keduanya lemah dan berusia lanjut. Lalu bagimana bila sang anak tidaklah mengingat kedua orangtuanya melainkan kesia-siaan, kejelekan, dan pendidikan yang rusak yang diberikan kedua orang tuanya? Apa yang dilakukan sang anak untuk membalas hal itu?
Maka bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Ketahuilah bahwa anak itu adalah amanah bagi kalian. Bertakwalah kepada Allah terhadap anak dan amanah. Allah berfirman (artinya) : “Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah, rasul-Nya, dan amanah yang dibebankan kepada kalian dalam keadaan kalian mengetahui. Ketahuilah bahwa harta dan anak itu adalah ujian bagi kalian. Di sisi Allah-lah pahala yang sangat besar.” [Al Anfaal : 27-28]
Dialihbahasakan dari salah satu khutbah Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah yang dihimpun di dalam kitab “Al Khuthab Al Minbariyah fil Munasabatil ‘Ashriyah’ dengan beberapa perubahan.
Selanjutnya. Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah Ta’ala dengan melakukan perintah, menjahui larangan dan mensyukuri nikmat-Nya. Pegangilah tangan pemuda dan bimbinglah mereka dengan pengarahan yang baik. Sesungguhnya Allah telah menyerahkan tanggung jawab mereka kepada kalian. Maka setiap dari kalian itu adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan ditanya (Allah) tentang yang dipimpinnya.
Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya para pemuda itu adalah tiangnya umat, mereka adalah generasi penerus dan dari merekalah akan berdiri bangunan umat ini. Dari mereka akan muncul para ulama, pembimbing umat, para mujahid, dan para teknokrat. Bila mereka menjadi pemuda yang shalih maka akan menjadi penyejuk mata bagi orang tua mereka yang masih hidup dan menjadi pahala yang terus mengalir bagi orang tua mereka yang telah meninggal dunia. Mereka akan saling bertemu bila kesemuanya masuk ke dalam surga.
Allah berfirman (artinya) : “Dan orang-orang beriman lalu diikuti anak keturunannya dalam keimanan, maka Kami pertemukan mereka dengan anak keturunannya tersebut.” [Ath Thuur : 21 ]
Allah berfirman (artinya) : “Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang shalih dari kalangan bapak-bapak, istri-istri dan anak keturunan mereka. Para malaikat menyambut mereka di setiap pintu surga.” [Ar Ra’d : 23]
Karena itu, perhatian para nabi ‘alaihimus Salaam sangat diarahkan kepada anak keturunan mereka sebelum lahir. Inilah Nabi Ibrahim Al Khalil ‘alaihis Salam yang berdoa (artinya) : “Ya Rabbku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakan shalat dan juga demikian bagi anak keturunanku.” [Ibrahim : 40]
Inilah Nabi Zakariya ‘alaihis Salaam yang berdoa (artinya) : “Ya Rabbku, anugerahkanlah bagiku anak keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa hamba-Mu.” [ Ali Imran : 38]
Hamba yang shalih pun berdoa (artinya) : “Ya Rabbku, limpahkanlah anugerah untuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, berbakti kepada kedua orangtuaku, beramal shalih yang Engkau ridhai dan perbaikilah anak keturunanku.”[Al Ahqaf : 15]
Dahulu para salaf ash-shalih memberikan perhatian kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Mereka mengajari dan menumbuhkembangkan anak-anak di atas kebaikan, menjauhkan anak-anak dari kejelekan, memilihkan guru yang shalih, pendidik yang bijak dan bertakwa untuk anak-anak. Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam mendorong para orang tua untuk memulai dengan pendidikan agama dan akhlak kepada anak-anak sejak usia tamyiz. Beliau bersabda (artinya) : “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) pada usia 10 tahun. Pisahkanlah tempat tidur mereka (di usia tersebut).”
Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya pemuda umat ini bila rusak maka robohlah bangunan umat ini. Musuh-musuh Islam akan menguasai mereka. Selanjutnya akan sirnalah keberadaan umat ini. Diantara hal yang menyayat hati dan membuat mata kita menangis adalah apa yang kita saksikan dari kebanyakan pemuda saat ini. Mereka berani kepada orang tuanya, akhlaknya bejat, agamanya rusak, bergerombol di jalan-jalan setelah waktu ashar sampai penghujung malam untuk melakukan kesia-siaan dengan mobil mereka (kalau di negeri kita-motor-pent.), menggangu pengguna jalan dan penduduk, mengundang bahaya bagi orang lain, meninggalkan shalat bahkan mengganggu kekhusyu’an orang shalat, keburukan menyelimuti mereka, menyebarnya rokok dan narkoba, buruknya akhlak dan terjerumus dalam kekejian.
Keburukan telah berhasil membeli mereka, bahaya telah mengancam, mereka telah berani melawan orang yang menasehati dan melarang perbuatan mereka.
Hendaknya kalian bertakwa kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Ketahuilah bahwa kalian sedang berada di masa yang penuh dengan kerusakan. Kalian hidup di tengah-tengah musuh. Orang-orang jahat menebarkan kerusakan di tengah-tengah kalian dalam bentuk makar yang halus dan tipu daya yang jahat. Ketahuilah bahwa perbendaharaan dan kekayaan terbesar yang kalian hasilkan di dunia ini setelah amal shalih adalah anak-anak kalian. Di dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Bila anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah pahala amal shalihnya, kecuali pahala dari 3 hal : shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kebaikan untuk orang tuanya.”
Sesungguhnya anak-anak itulah yang akan menjaga kalian setelah kalian berusia lanjut dan lemah. Merekalah yang akan mengganti kalian untuk menjaga kehormatan kalian. Mereka lebih bermanfaat bagi kalian daripada harta kalian. Lalu bagimana kalian bisa menyia-nyiakan urusan mereka dan tidak peduli terhadap mereka?!
Seseorang menyesal dan minder takala melihat orang-orang kafir mampu memperhatikan pendidikan anak-anaknya dengan materi duniawi, tidak membiarkan anak-anaknya berkeliaran dijalan-jalan, tidak membiarkan anak-anaknya menganggur, bahkan mengatur kehidupan anaknya dengan tertib. Adapaun kebanyakan kaum muslimin, mereka tidak memberikan perhatian kepada anak-anaknya kecuali sebatas memberi nama ketika lahir, memberi makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal lalu tidak mengerti apa yang harus dilakukan setelah itu. Bahkan sebagian kaum muslimin menyediakan sarana-sarana kerusakan untuk anak mereka. Mereka memenuhi saku anak-anaknya dengan uang, memberikan mobil mewah (kalau di negeri kita-motor mahal-pent.), memenuhi rumah dengan alat-alat musik, film yang tidak bermoral, sehingga jangan engkau tanya lagi bagaimana pertumbuhan anak-anak yang mendapatkan sarana-sarana tersebut berupa kebejatan akhlak, kerusakan pola pikir, moral binatang yang melampaui batas. Jangan engkau tanya pula tentang dosa yang ditimpakan kepada orang tua mereka, penyesalan yang dirasakan orang tua tatkala didurhakai sang anak, tidak mendapatkan kebaikan dari sang anak tatkala orang tua tersebut berusia lanjut dan sedang butuh terhadap anaknya. Sesungguhnya balasan itu sesuai dengan jenis perbuatannya. Sebenarnya Allah telah mewasiatkan kepada anak-anak untuk membalas kebaikan orang tua dengan berbakti saat orang tua mereka berusia lanjut.
Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Dan Rabbmu telah menetapkan agar kalian tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya (Allah) dan (agar) kalian berbakti kepada orang tua. Bila salah satu atau kedua orangtuanya telah berusia lanjut maka janganlah engkau mengatakan ‘ah’ kepada keduanya dan jangan pula membentak. Namun katakanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia. Rendahkanlah sayap kepatuhan kepada keduanya karena kasih sayang dan ucapkanlah : “Ya Rabbku, rahmatilah kedua orang tuaku sebagaimana keduanya dahulu menyayangi aku.” [Al Israa’ : 23-24]
Allah memerintah seorang anak untuk senantiasa mengingat kebaikan kedua orang tua saat anak tersebut (dahulu) lemah dan masih kecil, agar dapat membalas kebaikan kedua orang tuanya tersebut saat keduanya lemah dan berusia lanjut. Lalu bagimana bila sang anak tidaklah mengingat kedua orangtuanya melainkan kesia-siaan, kejelekan, dan pendidikan yang rusak yang diberikan kedua orang tuanya? Apa yang dilakukan sang anak untuk membalas hal itu?
Maka bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Ketahuilah bahwa anak itu adalah amanah bagi kalian. Bertakwalah kepada Allah terhadap anak dan amanah. Allah berfirman (artinya) : “Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah, rasul-Nya, dan amanah yang dibebankan kepada kalian dalam keadaan kalian mengetahui. Ketahuilah bahwa harta dan anak itu adalah ujian bagi kalian. Di sisi Allah-lah pahala yang sangat besar.” [Al Anfaal : 27-28]
Dialihbahasakan dari salah satu khutbah Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah yang dihimpun di dalam kitab “Al Khuthab Al Minbariyah fil Munasabatil ‘Ashriyah’ dengan beberapa perubahan.
Post a Comment