Ahlussunnah Bicara “Larangan Mendirikan Bangunan atau Masjid di AtasKubur”
Ahlus-Sunnah mengimani bahwa tidak boleh membangun bangunan atau masjid di atas kubur. Membangun masjid di atas kubur menjadi salah satu wasilah kesyirikan dengan pengagungan orang-orang shalih yang telah mati (yang di kubur di tempat itu) dan bahkan meminta hajat kepada mereka untuk dikabulkan.
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam pernah bersabda ketika sakit menjelang wafat :
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kubur nabi mereka sebagai masjid". (Aisyah berkata) : “Kalau bukan karena hal itu, niscaya kubur beliau akan dinampakkan, hanya saja aku takut kubur beliau akan dijadikan masjid” [HR. Al-Bukhari no. 1330].
‘Aisyah dan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhum berkata,”Ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjelang wafat, beliau menutupkan bajunya ke wajah. Ketika merasa gerah beliau membukanya dan bersabda :
“Semoga Allah melaknat Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid.” Aisyah berkata : “Nabi memperingatkan semisal perbuatan mereka” [HR. Al-Bukhari No. 435, Muslim No. 531, dan yang lainnya].
Ummu Habibah dan Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhuma menceritakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah (Ethiopia), dan banyak gambar (patung) di dalamnya, beliau lantas bersabda :
“Mereka itu (orang Nashrani) jika ada seorang shalih meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya, dan membuat gambar (patung)nya. Mereka itu sejelek-jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat” [HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528].
Al-Hafidh Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata :
“Hadits ini menunjukkan haramnya membangun masjid di atas kubur orang-orang shalih dan menggambar mereka seperti dilakukan oleh orang Nashrani. Tidak diragukan lagi bahwa masing-masing perbuatan itu diharamkan. Melukis manusia diharamkan dan membangun qubur di masjid juga diharamkan………” [Fathul-Baariy Syarh Shahih Al-Bukhari oleh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy 3/202, tahqiq : Mahmud bin Sya’ban bin ‘Abdil-Maqshud dll.; Maktabah Al-Ghurabaa’ Al-Atsariyyah, Cet. 1/1417].
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan :
“Semua (larangan) itu bertujuan memutus jalan menuju peribadatan kepada penghuni kubur. Sebab larangan ini sama halnya dengan sebab dilarangnya ibadah terhadap patung-patung (yang semula tujuan dari pembuatan patung-patung tersebut adalah untuk mengingat orang-orang shalih, namun akhirnya akhirnya patung itu juga diibadahi – Abu Al-Jauzaa’)” [Lihat Fathul Majiid oleh ’Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin ’Abdil-Wahhab hal. 220, ta’liq : Ibnu Baaz; Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, Tanpa Tahun].
Ahlus-Sunnah adalah orang yang komitmen terhadap Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Termasuk pengamalan hadits shahih di atas. Tentu saja ini banyak bertolak belakang dengan sebagian pengamalan orang-orang yang 'mengaku' ber-intisab pada madzhab Ahlus-Sunnah di masyakarat. Justru mereka lah pihak-pihak yang membangun kubur dan masjid sebagai tempat peribadahan yang tak terpisahkan sekaligus menyemarakkannya.
Al-Imam Al-Faqih Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi’i berkata dalam kitab Az-Zawajir ‘an Iqtiraafil-Kabaair (1/120) :
“Dosa besar ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, dan kesembilanpuluh adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, menyalakan obor di atasnya, menjadikannya sebagai berhala, berjalan berputar-putar mengelilinginya, dan shalat menghadapnya”
Penulis: ust. Abu Jauzaa (http://abul-jauzaa.blogspot.com)
Gambar diambil dari salafyunpad.wordpress.com.
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam pernah bersabda ketika sakit menjelang wafat :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مسجدا قالت ولولا ذلك لأبرزوا قبره غير أني أخشى أن يتخذ مسجدا
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kubur nabi mereka sebagai masjid". (Aisyah berkata) : “Kalau bukan karena hal itu, niscaya kubur beliau akan dinampakkan, hanya saja aku takut kubur beliau akan dijadikan masjid” [HR. Al-Bukhari no. 1330].
‘Aisyah dan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhum berkata,”Ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjelang wafat, beliau menutupkan bajunya ke wajah. Ketika merasa gerah beliau membukanya dan bersabda :
لعنة الله على اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد يحذر ما صنعوا
“Semoga Allah melaknat Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid.” Aisyah berkata : “Nabi memperingatkan semisal perbuatan mereka” [HR. Al-Bukhari No. 435, Muslim No. 531, dan yang lainnya].
Ummu Habibah dan Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhuma menceritakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah (Ethiopia), dan banyak gambar (patung) di dalamnya, beliau lantas bersabda :
إن أولئك إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات بنوا على قبره مسجدا وصوروا فيه تلك الصور أولئك شرار الخلق عند الله يوم القيامة
“Mereka itu (orang Nashrani) jika ada seorang shalih meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya, dan membuat gambar (patung)nya. Mereka itu sejelek-jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat” [HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528].
Al-Hafidh Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata :
هذا الحديث يدل على تحريم بناء المساجد على قبور الصالحين ، وتصوير صورهم فيها كما يفعله النصارى ، ولا ريب أن كل واحد منهما محرم على انفراده ، فتصوير صور الآدميين محرم ، وبناء القبور على المساجد بانفراده محرم .....
“Hadits ini menunjukkan haramnya membangun masjid di atas kubur orang-orang shalih dan menggambar mereka seperti dilakukan oleh orang Nashrani. Tidak diragukan lagi bahwa masing-masing perbuatan itu diharamkan. Melukis manusia diharamkan dan membangun qubur di masjid juga diharamkan………” [Fathul-Baariy Syarh Shahih Al-Bukhari oleh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy 3/202, tahqiq : Mahmud bin Sya’ban bin ‘Abdil-Maqshud dll.; Maktabah Al-Ghurabaa’ Al-Atsariyyah, Cet. 1/1417].
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan :
وكل ذلك لقطع الذريعة المؤدية إلى عبادة من فيها كما كان السبب في عبادة الأصنام . انتهى .
“Semua (larangan) itu bertujuan memutus jalan menuju peribadatan kepada penghuni kubur. Sebab larangan ini sama halnya dengan sebab dilarangnya ibadah terhadap patung-patung (yang semula tujuan dari pembuatan patung-patung tersebut adalah untuk mengingat orang-orang shalih, namun akhirnya akhirnya patung itu juga diibadahi – Abu Al-Jauzaa’)” [Lihat Fathul Majiid oleh ’Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin ’Abdil-Wahhab hal. 220, ta’liq : Ibnu Baaz; Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, Tanpa Tahun].
Ahlus-Sunnah adalah orang yang komitmen terhadap Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Termasuk pengamalan hadits shahih di atas. Tentu saja ini banyak bertolak belakang dengan sebagian pengamalan orang-orang yang 'mengaku' ber-intisab pada madzhab Ahlus-Sunnah di masyakarat. Justru mereka lah pihak-pihak yang membangun kubur dan masjid sebagai tempat peribadahan yang tak terpisahkan sekaligus menyemarakkannya.
Al-Imam Al-Faqih Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi’i berkata dalam kitab Az-Zawajir ‘an Iqtiraafil-Kabaair (1/120) :
" الكبيرة الثالثة والرابعة والخامسة والسادسة والسابعة والثامنة والتسعون اتخاذ القبور مساجد ، وإيقاد السرج عليها واتخاذها أوثاناً ، والطواف بها ، واستلامها ، والصلاة إليها ".
“Dosa besar ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, dan kesembilanpuluh adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, menyalakan obor di atasnya, menjadikannya sebagai berhala, berjalan berputar-putar mengelilinginya, dan shalat menghadapnya”
Penulis: ust. Abu Jauzaa (http://abul-jauzaa.blogspot.com)
Gambar diambil dari salafyunpad.wordpress.com.
Post a Comment